KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya
sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah Sosiologi dengan judul “Penistaan Agama Dalam Perspektif Sosiologi”
tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah
semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan berbagai pihak, sehingga
dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan
makalah ini.
Namun tidak lepas dari
semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari
segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada
kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran
maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun
sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya
dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat
permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Kami mengangkat tema tentang penistaan
agama ini karena, dengan marak nya pemberitaan di media-media sosial tentang
Gubernur DKI (ahok), yang melakukan tindak pidana Penistaan agama. Berdasarkan
hal tersebut kami pun meneliti bagaimana tindak penistaan agama bila dilihat
dari sudut pandang sosiologi.
Dalam Sosiologis, Agama dipandang sebagai sistem kepercayaan
yang diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu. Berkaitan dengan pengalaman
manusia, baik sebagai individu maupun kelompok. Oleh karena itu, setiap
perilaku yang diperankan akan terkait dengan sistem keyakinan dari ajaran Agama
yang dianut. Perilaku individu dan sosial digerakkan oleh kekuatan dari dalam
yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Agama yang menginternalisasi
sebelumnya. Manusia, masyarakat, dan kebudayaan berhubungan secara dialektik.
Ketiganya berdampingan dan berhimpit saling menciptakan dan meniadakan[1].
2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
uraian diatas dapat di rumuskan masalah dalam penelitian Penistaan Agama adalah
sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud penistaan
agama dalam sudut pandang sosiologi
?
2.
Mengapa penistaan agama termasuk
kedalam suatu tindak pidana ?
3.
Apakah ada undang-undang yang mengatur
tentang penistaan agama ?
3.
Tujuan
Pada dasarnya tujuan penulisan atau
penyusunan makalah Sosiologi ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus. Tujuan umum dalam penulisan atau penyusunan makalah ini
adalah untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Sosiologi, dan
tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah untuk membahas tentang
Penistaan Agama dalam perspektif sosiologi.
4.
Metode Penelitian
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Penistaan
Agama Menurut Sudut Pandang sosiologi
Agama merupakan sebuah realitas yang telah hidup dan
mengiringi kehidupan manusia sejak dahulu kala. Bahkan Agama akan terus
mengiringi kehidupan manusia entah untuk beberapa lama lagi. Fenomena ini
akhirnya menyadarkan manusia bahwa baik Agama maupun manusia tidak dapat
dipisahkan, keduanya saling membutuhkan.
Bung Karno Mengatakan bahwa manusia Indonesia harus beragama secara
beradab, menekankan prinsip Ketuhanan yang berkeadaban atau Ketuhanan yang
berkebudayaan, dalam arti orang yang mengaku beragama harus memiliki budi
pekerti luhur dan sikap saling menghormati satu sama lain[2].
Semua agama, suku, dan ras mempunyai hak yang sama untuk
berpolitik membangun bangsa lebih berkeadaban dan berkebudayaan, berkualitas
jiwa dan raga, serta sejahterah. Al-Quran dengan tegas menjelaskan
“berlomba-lombalah kamu (Manusia) dalam menegakkan dan menebarkan kebajikan”[3].
Semua manusia apapun agamanya harus berlomba-lomba dalam menegakkan dan
menyebarkan kebajikan untuk semua, tidak hanya untuk diri sendiri.
2.
Tindakan Pidana Penistaan Agama
Sebagaimana halnya dengan ilmu sosial lainya, obyek sosiologi adalah
masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antara manusia dan proses yang
timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat[4].
Setiap masyarakat dibangun atas norma-norma dan
nilai-nilai tertentu. Dalam masyarakat tertentu norma-norma dan nilai-nilai
digunakan sebagai standar untuk menghakimi kelakuan setiap manusia. Norma-norma
di praktekan selama mereka konsisten dengan ajaran ajaran dan perintah-perintah
islam. Dalam masyarakat islam, nilai-nilai ini membentuk pola kelakuan yang di
inginkan yang secara sosial dibenarkan oleh maysarkat. Nilai-nilai ini dapat
dibagi menjadi dua bagian, positif dan negatif[5].
Dilihat dari perspektif Sosiologi
Agama, Bambang Pranowo berpandangan, dalam delik penodaan terhadap suatu agama
yang dianut di Indonesia secara sosiologi hukum dapat dikategorikan sebagai
delik yang rawan sosial karena menyangkut dimensi keyakinan batin orang /
kelompok terhadap agama yang dianutnya. Dan ini rawan terjadi konflik
horizontal[6].
3.
Undang-undang yang mengatur
tentang Penistaan Agama
Nomor 1 Tahun 1965
Tentang
Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama
Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama
Presiden Republik
Indonesia,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka
pengamanan Negara dan Masyarakat, cita-cita Revolusi Nasional dan pembangunan
Nasional Semesta menuju ke masyarakat adil dan makmur, perlu mengadakan
peraturan untuk mencegah penyalah-gunaan atau penodaan agama;
b. bahwa untuk
pengamanan revolusi dan ketentuan masyarakat, soal ini perlu diatur dengan
Penetapan Presiden;
Mengingat:
1. pasal 29 Undang-undang Dasar;
1. pasal 29 Undang-undang Dasar;
2. pasal IV Aturan
Peralihan Undang-undang Dasar;
3. penetapan Presiden
No. 2 tahun 1962 (Lembara-Negara tahun 1962 No. 34);
4. pasal 2 ayat (1)
Ketetapan M.P.R.S. No. II/MPRS/1960;
Pasal 156a
Dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka
umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :
a.
Yang pada pokoknya bersifat permusuhan,
penyalahgunaan atau pernodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b.
Dengan maksud agar supaya
orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha
Esa.[7]
Pasal 28 UU ITE
Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan
rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa penistaan agama bisa membuat
perpecahan dalam suatu kelompok sosial karena menyangkut dimensi keyakinan batin orang atau
kelompok terhadap agama yang dianutnya. Seperti diatur dalam Pasal 156 a KUHP barang
siapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan
yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap
suatu agama yang dianut di Indonesia dengan maksud supaya orang tidak menganut
agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
2.
Saran
Sebaik-baik langkah sebagai warga negara yang baik adalah
menghindari ujaran dan tindakan yang dapat saling mencedarai hati satu sama
lain. Jauhi tindakan yang dapat merugikan baik umat Islam Indonesia khusunya
maupun masyarakat Indonesia pada umumnya. Umat muslim tanah air juga
perlu mewaspadai tindakan-tindakan yang bersifat provokatif menyangkut kasus
dugaan penistaan agama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-Buku
Mia Amalia. 2016. Buku
Panduan Sosiologi Hukum. Cianjur.
Richard T.
Schaefer. 2011. Sosiology A brief Introduction. Edisi Ke-Sembilan.
McGraw-Hill.
Abuddin Nata. 2013.
Metodologi Study Islam. Jakarta : Rajawali Pers.
Mohd Ma’sum
Billah. 2010. Islamic E-Commerce. MaxwellAsia
Syahrul Anwar. 2012. Law
Justiabelen. Vol. 10 No. 3
2. Sumber Lain
https://nofalliata.wordpress.com/agama-islam-dan-sekte-sektenya/agama-dalam-perspektif-sosiologis-3/ [25 November
2016]
http://media-merdeka.com/2016/11/inilah-pandangan-sejumlah-pakar-terkait-kasus-penistaan-agama-ahok.html [6 Desember 2016].
http://agil-asshofie.blogspot.co.id/2016/11/politisasi-agama-sumber-perpecahan.html
[
11 Desember 2016].
3.
Undang-undang, KUHP, KUHAP
KUHP yang telah
disesuaikan dengan UU baru, M. Budiarto,. SH. Wantjik Saleh, SH.
UU ITE Pasal 28
Ketetapan Presiden RI
Nomor 1 Tahun 1965
0 comments :
Post a Comment